“Wesss….ssst!”,hembusan angin yang kian menyeru suatu desa yang diapit oleh
kawasan Boyolangu dan Pakel itu.Reruntuhan bangunan yang terlihat rusak dan lapuk akibat terjangan badai topan membuat seluruh hati masyarakatnya tercengang.Keadaan alam yang subur,menghijau penuh makna bak suatu mutiara yang tersembunyi didalamnya.Dikanan,kiri terlihat tanaman yang melambai-lambai penuh arti.Bergoyang-goyang syahdu bersama tiupan semilir angin.Begitu luas dan jernih dipandang mata.Ditengahnya ada sebuah gundukan batu yang merengkuh,membentuk sesuatu yang teramat tinggi dan jauh.Penuh pengorbanan untuk menggapai dan melangkahkan kaki menuju puncak gunung ini.Gunung yang mati dan tua ini,adalah gunung yang menjadi saksi bisu sejarah perjalan hidup insan lampau.Aku dan Dina mengarungi sepanjang jalan desa ini.Langkah demi langkah kutujukan untuk mencari informasi tentang asal usul,bahkan misteri yang ada didalamnya.Setelah kami lihat gunung yang kokoh itu,kami mulai mencari narasumber untuk mengetahui informasi yang lebih lengkap lagi.
Peluh keringat mulai menghujani kami,karena lelahnya kami berjalan menuju suatu tempat narasumber.Kami berdiri tegak sambil melihat-lihat lingkungan sekitar.Ternyata sampailah kami didepan salah satu rumah warga desa ini(Ngranti).Kami mencoba berjalan sekuat tenaga untuk memasukinya dan bertamu.Kediaman yang lusuh masih terbuat dari bambu yang rapuh serta kayu-kayu yang dipenuhi dengan rayap yang menggerogotinya.Halaman yang sempit,banyak pepohonan yang tumbang.Namun masih banyak daun yang berguguran menotori halaman ini.
“Cuk….,ada apa kamu kesini?”
“Apakah ada yang perlu Kakek bantu?”,terdengar suara seorang Kakek tua yang keluar dari pintu rumah itu sambil menatap tajam wajahku.Dengan mata yang sayu serta tubuh yang kurus dan kulit yang kering kerontang menambah suasana iba kami yang teramat dalam.
Aku mencoba mendekati Sang Kakek,dan duduk disampingnya.Sedangkan Dina menungguku sambil berdiri di halaman rumah itu.Katanya karena dia takut dengan Sang Kakek yang agak menyeramkan itu.”Maaf Kek saya tidak ada maksud mengganggu Kakek,tapi saya cuma ingin mendapatkan info tentang Gunung yang ada diseberang jalan kecil itu.”,kataku dengan nada pelan agar Sang Kakek menghentikan menatap wajahku dengan penasaran.Akupun mulai bersikap tenang dan berpikir bahwa beliau bukan Kakek yang menakutkan,melainkan seseorang yang baik.
“Hmm…….!”,Kakek itu menarik nafas dalam-dalam dan berjlan untuk duduk denganku sambil tertatih-tatih sembari tangan kanannya memegang lempitan celananya yang panjang kusam.”Krrrreetek…!”,terdengar suara ketika Kakek menduduki tempat duduk yang terlihat lapuk dan rusak ini.
“Begini Cuk,ceritanya pada zaman dahulu kala hiduplah seorang janda kembang di Desa Dadapan dekat Gunung itu.”,suara Kakek tedengar begitu pelan ditelingaku.Bahakan hamper tidak terdengar.
“Ran…,ayo donk cepat keluar dari situ hari sudah mulai sore nich!”,ajak Dina yang masih nampak ketakutan sambil menyela cerita Kakek kepadaku.Dia tampak seperti orang yang kebakaran jenggot.Nampak gelisah dan kebingungan selalu.Sambil mondar-mandir mengelilingi halaman yang penuh dengan debu dan daun-daun yang semakin banyak berguguran.
“Sebentar Dina,lebih baik kamu duduk disini saja denganku.”
“Dengerin cerita Kakek ini,daripada mondar-mandir tidak karuan.”,kembali aku mengajak Dina untuk bergegas duduk denganku.Tapi tak ada respon dari dia.Justru terdiam dan jongkok ditengah halaman dan memandangi daun-daun yang menguning dengan tatapan kosong serta wajah yang cemberut.”Ya sudahlah kalu tidak mau,aku tidak memaksa terserah kamu saja kalu begitu.”,kataku sambil sinis karena dia seolah sibuk melamun dan tak menghiraukanku.
Sang Kakek meneruskan ceritanya kembali.”Wanita janda itu,biasa dipanggil oleh warga sekitar Mbok Randa Dadapan.”
“Karena beliau adalah satu-satunya wanita janda yang masih tinggal di desa itu bersama anak laki satu-satunya,yang bernama Jaka.”
“Jaka adalah seorang pemuda yang tampan,gagah,dan patuh terhadap Ibunya (Mbok Randa Dadapan).”
“Begitupun sebalikya Mbak Randa Dadapan sangat menyayangi dan mengasihi anak semata wayangnya itu.”
“Setiap harinya,Mbok Randa Dadapan mengajari Jaka bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.Dan tidak akan lupa dengan nasihat serta petuah yang diberikan beliau.”
“Ketika Jaka sudah berumur 17 tahun,Jaka hendak disuruh Ibunya mencari kayu bakar di hutan dekat gunung itu.Dengan membawa sabit yang tajam serta satu karung putih yang tebal untuk mengantongi banyak kayu yang ingin dicarinya.”
“Jaka,segeralah berangkat mencari kayu baker itu untuk memasak hari ini.”
“Dan jangan lupa kalu sudah segeralah pulang,agar kau tidak tersesat dijalan hutan pada malam hari nanti.”,Sang Kakek berbicara begitu karena dia menceritakan Mbok Randa yang mengingatkan Jaka sebelum berangkat mencari kayu bakar di hutan.Semakin lama semakin pelan dan disertai batuk ringan yang keluar dari mulut Sang Kakek,sembari menutup dengan tangan kanannya.Kakek segera melanjutkan kisahnya.Terlihat jelas betapa beliau mengingat-ingat rangkaian cerita lama gunung itu.
“Kemudian Jaka menganggukkan kepala kepada Ibunya,seakan mengisyaratkan bahwa dia menerima nasehat beliau.”
“Jakapun segera berpamitan kepada Ibunya,sembari memegang tangan kanan Ibunya dan menundukkan kepala serta menyiumnya.Mbok Randa terdiam dan selalu mengingatkan Jaka agar berhati-hati diperjalanan menuju hutan.”
Disela-sela Kakek bercerita,aku mengangkat kakiku dan duduk dengan kaki menyilang disamping Sang Kakek tersebut.
“Jaka bergegas berangkat ke hutan.”,kata Kakek sambil menggosok-gosokan tangan dikepalanya yang mulai mengerut dengan ekspresi yang mulai lelah.”
Saat itu juga,sejenak wajah Kakek berubah lebih menatap mataku dan ekspresinyapun berubah lebih tegang.Seketika beliau meneruskan pengisahannya.
“Ketika Jaka melewati perjalanan mencari kayu bakar di bukit-bukit tinggi,dia melihat sesosok binatang liar yang menghalangi jalanya.”,kata Kakek dengan kening mengerut.
Aku bertanya kepada Kakek itu,”Memangnya itu binatang apa Kek?”
“Apakah dia melukai Jaka?”,tanyaku dengan penuh penasaran dan terkesan menggebu-gebu karena terlihat tidak sabar dengan jawaban yang akan diberikan Sang Kakek kepadaku.Sambil menunggu Kakek menjawab pertanyaanku,aku angkat tangan kananku dan kutempelkan dengan daguku.Entah mengapa tiba-tiba kakiku terasa gatal.Aku mencoba mengurangi rasa gatal itu,dengan menggeplekkan tanganku.”Plak….,!”,terdengar suara tanganku yang menyentuh kakiku.
“U..uhh….,gatal sekali rasanya kakiku ini.”,kataku saat aku tak kuasa menahan rasa gatal itu.Tanpa kusadari,aku langsung reflek berdiri dan mencari sesuatu apa yang membuat kakiku gatal. Aku terus sibuk mencari-cari sampai kebawah tempat duduk yang terbuat dari bambu yang hampir roboh itu.Setelah beberapa menit kucari-cari,tak ada juga satupun hewan yang mengerubungi kakiku.Ku garuk-garukkan kepalaku,sebagai pelampiaskan rasa kesalku terhadap kaki yang tiba-tiba gatal itu.
Beberapa menit kemudian,aku mulai lelah mencari-cari sesuatu yang tidak menentu itu.Aku memutuskan untuk duduk kembali,sembari menunggu jawaban Kakek yang tengah terdiam.Tak kusadari ketika aku menatap tempat diman Kakek itu,duduk.Ternyata Kakek itu menghilang seketika,tanpa kuketahui dimana keberadaan beliau sekarang.”Astaghfirulloh,dimana kamu Kek?”,ku lontarkan kata-kata itu,dengan keras.Karena aku benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja terjadi dihadapanku itu.
“Din,ayo kita pulang saja sekarang keadaannya gawat Din.”,aku memanggil-manggil Dina dan berusaha kuajak pulang dengan menyeret dia dari halaman rumah yang sepi dan sunyi itu.Tangan Dina terasa dingin dan matanya melotot memerah.Aku sangat terkejut dan merasa bersalah karena tidak menghiraukan nasehat Dina.Aku sangat bingung dengan apa yang terjadi didepan mataku sekarang ini,kaena Dina tampak seperti orang kerasukan.
“Perrrggii……..pergi dari sini dan lepaskan aku.”
“Aku tak ingin engkau mengganggu tempat persinggahanku.Karena kekuatan hitam merusakku dan harus dibayar dengan harga yang mahal.”,teriak Dina yang sebenarnya dikuasai oleh sesosok mahkluk ghaib yang mengendalikan dibawah alam sadarnya.
Aku benar-benar dalam keadaan yang dipojokkan dan aku tak mengerti apa maksud/keinginan mahkluk tersebut.Peluh keringat seraya menetes diwajahku.Dalam situasi seperti ini,aku ingin sekali segera berlari tunggang langgang dan pergi jauh dari desa yang angker ini.Tetapi aku,tidak bisa karena aku tak mau meninggalkan sahabatku sendirian disini.Apalagi dalam keadaan seperti ini.Benar-benar tak tega sampai hati aku.”Tapi bagaimana aku bisa meminta pertolongan,karena disini disekitar rumah
penduduk sepi sekali dan tidak ada satupun orang yang lewat jalan ini.”,kataku sambil gugup dan tergopoh-gopoh dalam melakukan sesuatu.Aku mencoba mencari bantuan,”Tolong-tolong….!”
“Tolong aku dan temanku ini……..!”,teriakku sekuat tenaga untuk mencari pertolongan kepada warga sekitar.“Hiiikkkss…hhiikss…..!”,tanpa kurasa ternyata suaraku hamper habis dan tak kusangka aku meneteskan air mata.Begitu deras air mata yang mengalir dipipiku.
Sekarang sudah tidak ada lagi pilihan lain,selain aku harus pergi bersama Dina dari tempat ini.Dengan terpaksa,aku memberanikan diri untuk melarikan diri dari tempat aneh ini.
“Allahu akbar,Allahu akbar……!”,terdengar suara adzan yang berkumandang di masjid sekit gang rumah angker ini.”Alhamdullilah…!”,aku sangat bersyukur kepada Allah SWT.Karena aku yakin aku pasti bisa segera menyadarkan Dina yang masih dikuasai oleh mahkluk ghaib ini.Karena dalam keadaan terpaksa aku tak mau piker panjang lagi.Aku langsung berjalan terus dan menyeret Dina sampai masjid itu.
Ditengah-tengah perjalanan,aku berusaha menahan rasa malu yang aku bebankan saat ini.Karena ada seseorang yang terbahak-bahak menertawakanku.”Hahaha…..orang gila baru……!”
Aku berusaha tegar dengan ejekan itu.Karena kalau aku malu,mentalku akan turun dan keadaan Dina akan semakin parah lagi.Aku tak mau hal itu,terjadi.Dina yang sekarang ini masih berteriak-teriak kesakitan dan merengek-rengek agar aku melepaskannya.Tak pernah aku hiraukan,dan aku mencoba tetap semangat mencari letak masjid itu.
“Padahal aku pikir orang itu lebih gila lagi dari aku.”,gumamku dalm hati.Sebab mana ada orang normal yang malam-malam begini berkeliaran sambil telanjang dada dan memakan kotorannya sendiri.”Naudzubillah min dzalik.!”,ejekku lebih keras.
Aku tetap berjalan ke arah jalan yang menuntunku mencapai suara itu.Tanpa kusadari,ada yang menepuk pundakku dari belakang.Aku tak tahu siapa dia.Aku tetap tidak menghiraukan apapun yang menghalangi langkahku.
“Pluk…....!”,terdengar suara tepukan pundakku dari belakang.Karena aku sangat penasaran dengan sesuatu apa yang dibelakangku.
“Waaa….!,mau kemana kamu?”
“Sekarang kamu tidak bisa kemana-mana.Aku akan menangkapmu.”,terdengar suara orang gila yang tadi mengejek-ejekku.Aku benar-benar kaget,gugup dan campur adik pokoknya.
“La…la…lariiiii…….!”,dengan suara terbirit-birit aku berlarian tunggang langgang serta tak menghiraukan orang gila yang telanjang dada,berkulit hitam,dan memakan kotorannya sendiri itu.
Ternyata,orang gila itu tak mau kalah denganku.Dia juga lari mengejar-ngejarku dengan memegangi,serta melempar-lemparkan kotoran ke arahku.Tapi ku tetap maju teus dan lari,sambil menyeret Dina yang juga terus merongrong minta kulepaskan.”Tidak bisa, Dina aku tak bisa melepaskanmu.Kita harus cari masjid itu,supaya kita bisa beristirahat sebentar.”
“Alhamdullilah,leganya aku sekarang ini.Karena orang gila itu sudah pergi menjauhiku.”,tapi didalam hatiku yang terdalam aku merasa penasaran akan begitu cepatnya orang gila itu menghilang.
“Ah…bodo amat,biarin sajalah dia pergi.”
Beberapa menit kemudian dengan sangat lelahnya aku menyeret temanku sambil membawa kedua tas kami yang hendak kami pergunakan isinya untuk bekal menganalisa/mencari informasi sejarah Desa Ngranti ini.
Sampailah kami pada,masjid yang kami tuju.Dan aku juga sangat bersyukur karena masjid yang aku cari sekarang ada didepan mataku.Aku segera melakukan sujud syukur didepan masjid tersebut.Karena saat ini,juga Dina sudah mulai sadar dan bisa berdiri tegak seperti sediakala lagi.
“Ayo,Din kita shalat maghrib sama-sama?”,ajakku dengan nada merayu,sambil merangkul Dina yang agak pucat wajahnya.
“Iya,Rani terima kasih.”
“Memangnya kita sekarang ada dimana Ran?”
“Apa ada sesuatu yang terjadi denganku sebelumnya?”
Aku terdiam sejenak dan melepaskan tanganku dari pundak Dina.Aku mencoba menjawab dengan pelan-pelan saja,dan menenangkan pikiran dia sejenak.”Sudahlah Din,jangan terlalu dipikir dulu nanti pasti aku ceritakan padamu.”
“Lebih baik sekarang kita sudahi dulu penelusuran tentang sejarah desa ini,dan sekarang yuk kita shalat dulu?”,kataku bertanya sambil menenagkan pikirannya.
Dina menerima usulanku.Dan dengan badan yang lemas dia menganggukkan kepala serta melangkah sedikit demi sedikit masuk kedalam tempat suci umat islam tersebut.
Kami segera mengambil air wudhu,dan berjalan masuk kedalam ruangan shalat yang terlihat cerah,dan bersinar.Kedua tas kami taruh didekat tempat shalat kami.
“Assalamu Alaikum Warohmatuwlohi Wabarokatuh.”,terdengar salam tanda shalat ,maghrib sudah selesai.Kami memanjatkan do’a kepada Allah SWT,agar dalam tugas kami yang kali ini dapat berhasil dan selamat.”Amin…..!”,kataku dalam hati.
Semuanya segera melipat mukena dan sajadah dengan rapi.Begitu juga aku dan Dina.Kini semuanya sudah rapi tinggal ditata dilemari pojok belakang salah satu sudut tembok ruang shalat wanita.
“Brrruk…..!”,terdengar suara seseorang yang mendepakku dari belakang dan terjatuhlah aku,serta kedua tas yang aku bawa sembari menuntun Dina yang nampak lemas dan pucat pasi.
“Maaf,aku tak sengaja.”,kata seorang pemuda tampan yang menjatuhkan kedua tas yang kubawa.Aku serentak terpana dan keheranan.Jadinya aku terdiam sebentar karena terus melototi wajah yang rupawan dari pemuda gagah itu.
“Ya tidak apa-apa.”,kataku sambil tersenyum memandanginya serta sedikit gemetar karena seakan terasa berdepuk jantungku dan merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Pemuda itu membantuku membawakan kedua tas yang akau bawa.Dan tersipu malu melihatku.Seakan dunia ini tersa sempit bagiku,dan aku sangat senang melihatnya.
Aku diajak ke rumahnya,dan menginap semalam di rumahnya.Di tengah perjalanan malam yang dingin,rumah-rumahpun mulai taka da pintu lagi yang terbuka dan semua lampu padam.Pemuda itu mengatakan bahwa namanya Jaka,dia tinggal bersama Ibunya Mbok Randa Dadapan.
“Loh,…!”,aku benar-benar terkejut dengan apa yang dia utarakan padaku.Dan dia juga bercerita tentang sejarah Desa ini yang diambil dari kata Ranti/pohon yang digunakan untuk tempat peristirahatan prajurit-prajurit perang Belanda dahulu kala.
“Jaka.Jaka.!”,terdengar suara Mbok Randa yang memanggil-manggil Jaka.Tapi dia tidak menghiraukan panggilan itu,karena saking asyiknya bergurau dan bercerita tentang desa ini.
Entah mengapa,tiba-tiba terdengar suara petir yang menyambar begitu keras.”Ampun-ampun Ibu.”,teriak Jaka kesakitan.Dan tiba-tiba dia menjadi sebuah batu cikrak.Aku bersama Dina terkejut dan terguyur dinginnya hujan.Ternyata ini adalah legenda Gunung Budeg yang aku alami sendri dianalisaku kali ini.Aku benar-benar tidak menyangka hal ini,akan terjadi padaku.Dan Mbok Randalah yang mengutuk anaknya sendiri karena dipanggil-panggil tidak mendengarkan.
“Gruduk….!”
“Plak….!”
“Aduh…….!”,ternyata suara itu adalah gulingku yang terjatuh saat kudekap erat waktu tidur.Aku segera bangun,dan menatap sinar matahari yang mulai dating di pagi hari.”Yah.,ternyata cuma mimpi.”,tapi ini adalah mimpi yang menyenagkan.aku akan mengisahkan ini,untuk tugas terakhirku.
0 komentar:
Posting Komentar